Wednesday, February 13, 2019

EVERYTHING HAPPENS FOR REASON

Kali ini, saya ingin bercerita sedikit mengenai masa kecil saya.
Saya merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Menjadi anak bungsu membuat saya menjadi anak yang paling dimanja. Saya menjadi anak yang pemalu, tidak berani tampil di depan umum, cengeng, selalu ingin menang sendiri. Namun, sebuah kejadian membuat kehidupan “anak bungsu” tersebut berputar 180 derajat.

Pada 2009 lalu, saya mengalami kejadian yang membuat saya sangat terpuruk. Saya kehilangan orang yang sangat saya sayangi, yaitu ayah saya. Saat itu, saya masih duduk di kelas 6 SD dan saya sudah menjadi anak yatim. Saya menangis sejadi-jadinya pada hari itu, tidak ada yang dapat menenangkan saya. Perasaan saya saat itu tidak bisa dideskripsikan, sosok lelaki yang selama ini saya lihat sebagai lelaki tertangguh, lelaki yang siap melindungi keluarganya dengan sepenuh hatinya, terbaring tak berdaya di kasur rumah sakit. Cukup lama bagi saya untuk menghilangkan rasa sedih saya tersebut.

Beranjak saat saya SMP, masa-masa remaja mulai mencari jati diri. Jujur, role model saya saat itu adalah kakak saya. Dulu, kakak saya adalah pribadi yang aktif dan berani. Oleh karena itu, saya mulai meneguhkan pendirian saya dan ingin menjadi pribadi yang lebih kuat. Saya berpikir bahwa saya tidak boleh selamanya terbelenggu dalam kesedihan dan tetap menjadi anak yang manja dan tidak bisa apa-apa. Saya mulai berani untuk lebih bersosialisasi, salah satunya dengan mengikuti OSIS. Motivasi saya adalah saya ingin menjadi pribadi yang lebih berguna untuk orang lain, tidak menjadi Novi yang pemalu dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ternyata saya kecanduan akan kehidupan berorganisasi ini dan berlanjut hingga kuliah karena saya merasa sangat nyaman dengan berorganisasi ini.

Banyak pelajaran yang saya dapatkan dalam kehidupan beroganisasi ini. Saya menjadi lebih berani, dapat berpikir lebih kritis dan membantu memberikan solusi pada sebuah masalah, dan masih banyak lagi.

Dari cerita di atas, saya percaya bahwa everything happens for reason.
Jika saya tidak kehilangan ayah saya, mungkin saya masih akan menjadi anak yang manja dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi, buktinya sekarang saya menjadi orang yang aktif dalam dunia organisasi dan menjadi pribadi yang dapat diandalkan.

Segala sesuatu yang terjadi pada kehidupan kita pasti ada alasannya, mungkin memang terlihat buruk di awal – mungkin bisa sampai membuat terpuruk. Tapi, pasti akan ada pelajaran yang bisa kita petik dari hal tersebut. Pelajaran tersebut dapat membantu kita untuk menjadi lebih baik lagi ke depannya.

Jadi, jangan terpuruk terlalu lama jika something bad terjadi; sedih dan kecewa boleh karena itu adalah hal yang sangat manusiawi. Tapi ingat, pasti ada alasan di balik semua yang terjadi, maka jangan sampai putus asa dan terus optimis.

Semangat, kawan! :)

No comments:

Post a Comment

What's your opinion?