Ini adalah sepenggal cerita dari sisi satu orang guru honorer saat Hari Buruh 2018 lalu. Jika biasanya media hanya memberitakan mengenai keseluruhan demonstrasinya, ini adalah sedikit sisi lain dari 'buruh' yang turut berjuang menuntut kesejahteraan.
Waktu menunjukkan pukul 08.00,
terik matahari mulai terasa menyengat ke tubuh. Namun, hal tersebut tidak
memadamkan suara teriakan semangat dari ribuan orang agar dapat memperoleh
kesejahteraannya. Tampak dari arah belakang Monas, mulai datang satu rombongan
baru berseragam cokelat.
Rombongan tersebut merupakan
rombongan guru honorer yang berasal dari Yogyakarta. Saat mereka sampai di daerah
Patung Kuda Arjuna Wiwaha, terlihat dua orang laki-laki yang memegang spanduk
rombongan disuruh oleh wanita berbaju hitam yang berperan sebagai koordinator
lapangan yang berasal dari Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) untuk
bergabung ke barisan depan. Barisan tersebut akan berjalan menuju ke Istana Merdeka.
Tidak hanya satu wanita itu saja
yang berperan sebagai koordinator lapangan, tampak pula dua orang wanita
lainnya serta satu orang laki-laki di atas truk berteriak dengan lantang yang
dibantu dengan toa untuk meneriakkan tuntutan para buruh Indonesia. Terlihat
pula satu wanita yang tidak asing wajahnya di dunia pertelevisian Indonesia
turut berdiri di sana, Rieke Diah Pitaloka yang terkenal sebagai aktivis buruh
juga turut menyemangati suasana.
Hari itu, 1 Mei; merupakan hari
sakral bagi mereka para buruh karena di saat itulah mereka menyuarakan aspirasi
untuk memperoleh apa yang mereka harapkan kepada pemerintah. Penyuaraan
tuntutan yang sudah dimulai sejak pukul enam pagi tersebut dihadiri 50.000
buruh dari berbagai kota di Indonesia seperti Serang, Yogyakarta, dan Maluku.
Terlihat banyak buruh membawa
spanduk dengan tulisan-tulisan seperti “HAPUS OUTSOURCING”, “TOLAK UPAH MURAH”,
“REVISI UU ASN”, dan masih banyak lagi. Sering terdengar teriakan dari korlap
yang memanggil petani, pegawai negeri sipil (PNS) dan guru honorer, dan lainnya
untuk menyemarakkan suasana.
Waktu sudah menunjukkan pukul
10.00, barisan yang sudah disiapkan sejak pagi mulai berjalan pelan dipandu
oleh korlap yang berdiri di atas truk. Tidak ketinggalan, laki-laki berseragam
cokelat tersebut dengan semangat mengikuti aksi long march tersebut. Tidak tampak raut wajah lelah dari laki-laki
bernama Supardi ini.
Pardi, begitu sapaannya merupakan salah
satu guru honorer yang berasal dari Yogyakarta. Ia telah bekerja selama 2,5
tahun dan dia berharap bahwa usahanya datang ke Jakarta sejak malam hari hingga
subuh ini dapat terbayarkan dengan kesejahteraan dari pemerintah Indonesia.
Perjalanan diiringi dengan yel-yel
serta permainan perkusi dari beberapa buruh membuat semarak sehingga
orang-orang seakan lupa dengan teriknya panas matahari. Harapan menuju ke
Istana Negara sempat terhambat karena aparat negara seperti Polri dan TNI
menutup jalan di depan mintu masuk Monas sehingga korlap harus menghentikan
truk di depan Radio Republik Indonesia (RRI) yang berada di dekat Monas.
Pardi dan kawan-kawan buruh lainnya
duduk menunggu di jalanan selagi korlap hari buruh ini mencoba untuk
bernegosasi dengan pihak kepolisian agar kawat duri yang dipasang dapat dibuka
dan anggota polisi maupun TNI yang berdiri tegap menutup jalan dapat minggir.
Setelah beberapa waktu, jalanan
dibuka hingga para buruh dapat melanjutkan perjalanan ke daerah Monas. Pardi
dan buruh lainnya bergegas berdiri dan melanjutkan perjalanan, harapan
laki-laki berusia 37 tahun itu masih dapat disampaikan kepada pemerintah
Indonesia. Ia masih berharap perjalanan sepanjang 550 km-nya dapat menjadikan
dia sebagai pegawai negeri sipil (PNS) agar kesejahteraannya lebih terjamin.
Gaji yang didapatkan per bulan
hanya kurang dari satu juta rupiah membuat lelaki yang memiliki dua anak ini
cukup kesulitan untuk menghidupi keluarganya di Yogyakarta mengingat susu
formula untuk anak juga cukup mahal. Pardi berharap dengan diangkatnya guru
honorer menjadi PNS dapat memberikan kesejahteraan lebih karena gaji guru PNS terendah
saja Rp 1.486.500,- dan belum termasuk tunjangan.
Tidak meningkatnya gaji guru
honorer ini membuat Pardi berniat untuk jauh-jauh menempuh perjalanan dari
Yogyakarta ke Jakarta agar presiden dapat tahu kesulitan yang dihadapi oleh
buruh Indonesia. Namun, harapan seluruh buruh untuk dapat berjalan ke Istana
Negara tidak dapat terpenuhi karena hanya salah satu pihak dari persatuan para
buruh yang dapat melakukan aksi demonstrasi ini ke Istana Negara.
Pardi dan kawanan buruh lainnya
yang memiliki berbagai pekerjaan yang berbeda seperti bidan, dosen, petani,
kurir pos, dll yang tidak dapat ikut ke Istana Negara hanya dapat menunggu di
sekitaran Monas sembari beristirahat dan makan siang dari beberapa jajanan yang
dijajakkan oleh pedagang kaki lima (PKL) yang berada di lingkungan sekitar.
Meskipun mayoritas tidak dapat ikut
ke Istana Negara, harapan para buruh di tahun 2018 seperti penurunan harga
beras, listrik, & BBM; tolak upah murah dan cabut PP No. 78 tahun 2018;
tolak tenaga kerja buruh kasar asal China dan hapus Perpres No. 20 tahun 2018
tentang TKA; serta hapus outsourcing dapat
dikabulkan.
Pardi dan para buruh lainnya hanya
berharap satu hal dari semua tuntuan tersebut, KESEJAHTERAAN.
No comments:
Post a Comment
What's your opinion?